Abstract
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya salah satu kubu organisasi pencak silat yang terdapat oknum memprovoskasi membubarkan latihan sehingga terjadinya konflik hanya untuk mencari eksitensi di masyarakat sehingga dikenal luas. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif, Metode penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti pada tempat yang alamiah dan penelitian tidak membuat perlakuan karena peneliti dalam mengumpulkan data bersifat emic, yakni berdasarkan pandangan dari narasumber bukan pandangan peneliti. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri, dan mendatangi narasumbernya sebagian dari Anggota dan pengurus Organisasi yang menyangkut PSHT dan Pagar Nusa, 3 Pilar Desa yang menyangkut Babisa, Babinkantibmas dan Kepala Desa dan Masyarakat Umum yang tidak terikat Oleh Organisasi Pencak Silat manapun yang meliputi 5 desa di wilayah kecamatan ngadiluwih yaitu, Desa Branggahan, Desa Bangle, Desa Purwokerto, Desa Tales dan Desa Wonorejo. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi di wilayah kecamatan Ngadiluwih dipicu oleh remaja yang fanatic terhadap organisasi pencak silat yang diikutinya. Dan diperkuat dari berita media tulis detik.com penjelasan oleh Kapolres Kota Kediri bahwa Pelaku dari pembubaran latihan di balai desa purwokerto kecamatan ngadiluwih merupakan remaja yang masih umur 17 tahun. Sejumlah anggota organisasi tersebut sebelumnya melakukan tindakan kriminal terhadap perguruan silat lain saat latihan. Berita kedua diperkuat oleh informasi Radar.kediri, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Kediri mengungkapkan, kelompok massa yang datang ke wilayah kecamatan Ngadiluwih itu didominasi oleh anak-anak muda. Faktor yang menjadi penyebab konflik organisasi pencak silat di wilayah kecamatan ngadiluwih merupakan adanya salah satu kubu silat yang terdapat oknum membubarkan latihan sehingga terjadinya konflik hanya untuk mencari eksistensi siapa yang paling kuat di pandangan masyarakat. Konflik antar organisasi pencak silat ini juga sangat meresahkan masyarakat dan membuat trauma ringan hingga berat. Konflik ini juga membuat citra daerah menjadi buruk.
References
Akbar, R. F. (2015). Analisis Persepsi Pelajar Tingkat Menengah Pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 10(1), 189–210. Https://Doi.Org/10.21043/Edukasia.V10i1.791
Ali Firmansyah Yang Berjudul “Pandangan Masyarakat Terhadap Konflik Antar Oknum Perguruan Silat ”
Ella Widya Cahyaningtias Yang Berjudul “Pandangan Sosial Dalam Masyarakat Terhadap Konflik Perguruan Pencak Silat Di Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk”
Gristyutawati, A. D., Purwono, E. P., & Widodo, A. (2012). Persepsi Pelajar Terhadap Pencak Silat Sebagai Warisan Budaya Bangsa Sekota Semarang Tahun 2012. Journal Of Physical Education, Sport, Health And Recreation, 1(3), 129–135.
Hidayah, A. N., Rosmanto, Y., Santosa, R. N. P., & ... (2021). Mencegah Kemunculan Konflik Masa Depan Antara Pesilat Terate Dan Winongo Di Madiun. Jurnal Education 9(2),506–510. Http://Journal.Ipts.Ac.Id/Index.Php/Ed/Article/View/2604
Indra Tanra, "Persepsi Masyarakat Tentang Perempuan Bercadar", Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi, Vol. Iii No. 1/Mei 2015, 118f
Sulistiyono, Rindra. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Konflik Antar Oknum Perguruan Pencak Silat Di Kabupaten Madiun. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Zuli Hendrawan Universitas Islam Indonesia Yang Berjudul “ Tradisi Konflik Antara Kelompok Perguruan Silat Dalam Perspektif Sosiologi Hukum”